Kajian hadist menarik perhatian para peminat studi hadist, baik dari kalangan Islam, maupun non Islam. Bahkan hingga sekarang, kajian terhadap hadist, mulai dari kritik otensitias hadist, sampai pemaknaannya yang sampai sekarang masih terus berkembang.
Pemahaman hadist relatif berkembang dari zaman ke zaman, mulai dari
tekstualis, konservatif, sampai kontekstualis. Seiring dengan perkembangan
zaman, hadist dimaknai dengan sesuai kebutuhan pada zaman tersebut, dikarenakan
teks hadist itu sangat terbatas adanya, sedangkan realitas perkembangan zaman
selalu dinamis.
Oleh karena itu, pemaknaan hadist dengan metode baru yang lebih
menekankan pada aspek historis, sosiologis, dan antropologis sangatlah penting
untuk dikaji, demi perkembangan interpretasi hadist untuk menjawab realitas
sosial masyarakat yang masih perlu untuk dinilai dengan kaca mata agama.
Pada pembahasan ini penulis menggunakan pendekatan hermeneutik,
yaitu dengan mencari alasan mengapa Nabi memberi instruksi untuk meluruskan dan
merapatkan shaf pada waktu shalat. Ini menjadi hal yang penting untuk digali
dan dicari, agar nantinya dapat
diketahui manfaat dari intruksi tersebut.
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Pendekatan Hermeneutika
Hermeneutik
berasal dari kata Yunani Hermenuin yang berarti tafsir
dan penjelasan serta penerjemahan.[1]
Identifikasi hermeneutik dengan seni maupun sains penafsiran memunculkan
beberapa pengertian. Ada yang mengartikan sebagi metode penafsiran, ada yang
mengartikan sebagai penafsiran saja atau seni menafsirkan.[2]
Menurut penulis hermeneutik adalah
cara untuk memahami makna dalam suatu teks dengan penjelasan yang lugas dan
gamblang dan sesuai dengan konteks kekinian.
Sebagai
tehnik yang dipergunak;an untuk memahami secara benar, hermeneutik dipungsikan
untuk:
a.
Membantu mendiskusikan bahasa yang digunakan
teks,
b.
Membantu
mempermudah menjelaskan teks, termasuk Al Quran dan Sunnah,
c.
Memberi arahan untuk masalah yang terkait
dengan hukum.[3]
Selain fungsi yang telah disebutkan
diatas, hermeneutik secara filosofis bertujuan melaksanakan tugasnya secara
ontologis, terutama dalam hal hubungan erat antara teks dan pembaca, antara
masa lalu dan masa kini yang memungkinkan lahirnya satu pemahaman.[4]
B.
Tinjauan
Hermeneutika Hadist.
Secara garis besar, hermeneutika
hadist lebih memfokuskan terhadap matan hadist, dan merupakan usaha
interpertasi dalam memaknai teks yang klasik agar sesuai dengan zaman ini.
Sebagian hadist Nabi, ada yang
didahului sebab-sebab turunnya hadist, ada pula yang tidak didahului dengan
sebab-sebab tertentu. Bentuk sebab tertentu yang menjadi latar belakang
datangnya hadist, dapat berupa peristiwa secara khusus ataupun umum, sehingga
pemaknaannya harus dipahami secara tekstual ataupun kontekstual. Oleh karenanya
menjadi jelas, bahwa dalam Islam ada ajaran yang bersifat universal, temporal,
dan lokal.[5]
C.
Matan
Hadits
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori, Nasa’i, dan Ahmad bin Hambal
a. Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari
حدثنا احمد بن
ابى رجاء قال : حدثنا معاوية بن عمر وقال : حدثنا زائدة بن قدامة قال : حدثنا حميد
الطويل قال : اقيمت الصلاة فاقبل علينا رسول الله ص م بوجهه فقال : ((اقيمو صفوفكم
وتراصوا, فانيِّ اراكم من وراء ظهري)) [6]
Artinya : Ahmad bin Abi Raja’ berkata kepada
kami : Mu’awiyyah berkata kepada kami : Zaidah bin Qudamah berkata kepada kami
: Humaid berkata kepada kami : dari Anas RA ia berkata : Sholat didirikan maka
Rasulullah menghadap muka beliau kepada kami dan bersabda : Binalah Atau
luruskanlah shaf-shafmu, dan tempel-menempellah karena sesungguhnya saya
melihat kamu sekalian dari belakang punggungku (HR. Bukhori)
b. Hadits yang diriwayatkan oleh Nasa’i
اخبرنا علي بن حجر انبانا اسماعيل عن حُميد عن
انس رضي الله عنه قال اقبل علينا
رسول الله ص م بوجهه حين قام الى الصلاة قبل ان يكبر فقال اقيمو صفوفكم وتراصوا,
فانيِّ اراكم من وراء ظهري[7]
Artinya : Ali bin Hajar
mengabarkan kepada kami, Ismail mengabarkan kepada kami, dari Anas RA berkata :
Rasulullah SAW menghadap kepada kami ketika
sholat akan didirikan, sebelum bertakbir beliau bersabda : Binalah Atau
luruskanlah shaf-shafmu, dan tempel-menempellah karena sesungguhnya saya
melihat kamu sekalian dari belakang punggungku (HR. Nasa’i)
c. Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hambal
حدثنا معاوية لنا زائدة ثنا حميد الطويل ثنا انس بن مالك قال :
((اقيمو صفوفكم وتراصوا, فانيِّ اراكم من وراء ظهري)) [8]
Artinya : Mu’awiyyah berkata kepada kami : Zaidah bin
Qudamah berkata kepada kami : Humaid berkata kepada kami : dari Anas RA ia
berkata : Binalah Atau luruskanlah shaf-shafmu, dan tempel-menempellah karena
sesungguhnya saya melihat kamu sekalian dari belakang punggungku.
D.
Analisis
Hadits
Memahami
tuntunan Nabi SAW dalam beribadah, terutama dalam shalat adalah sangat urgent.
Karena ketika seseorang tidak mengetahui sunnah-sunnah Nabi SAW dalam shalat,
akan mengakibatkan seseorang tersebut menjalankan ibadah shalat yang jauh dari
tuntunan Rasulullah SAW. Hal tersebut bisa kita dapatkan dihampir sebagian
besar masjid yang ada di tanah air kita, ketika shalat ditegakkan, terlihat
shalat dalam keadaan shaf yang tidak rapat dan lurus. Dan ironisnya pada shalat
berjama’ah tersebut, diimami oleh seorang kiyai atau ustadz yang tidak
menginstruksikan kepada jama’ah untuk merapatkan dan meluruskan shaf shalat.
Bab imam
menghadap manusia (makmum) saat meratakan shaff. Dalam hal ini disebutkan
hadits Anas yang telah tercantum diatas sebelumnya sekaligus keterangannya. و ترصوا : )dan
rapatkanlah) yakni hendaklah kalian saling menempel tanpa ada celah. Adapula
kalimat tersebut menjadi
penguat kalimat , اقيموا (dan ratakanlah). Sedangkan maksud "meratakan" adalah meluruskan seperti tercantum dalam riwayat Ma’mar dari
Humaid yang dikutip oleh Al Ismaili. Hadits ini menerangkan juga tentang
bolehnya berbicara diantara qamat dan sebelum masuk shalat. Pembahasan ini
telah dijelaskan dalam bab tersendiri. Hadits ini juga menganjurkan agar imam
(pemimpin) memperhatikan orang yang dipimpinnya, sayang terhadap mereka serta
memberi peringatan kepada mereka atas penyelewengan yang dilakukan.[9]
Dan
kebanyakan umat Islam sekarang tidak memperhatikan masalah pelurusan shaf dalam
shalat, bahkan mereka sudah tidak mau menghiraukannya. Mereka bersikap sinis
terhadap orang yang masih peduli terhadap masalah ini. Menurut mereka pelurusan
dan perapatan shaf dalam shalat hanya akan membuat jamaah shalat saling
berhimpitan, berdesak-deakan dan mempersempit ruang gerak saja. Di samping itu
masalah ini hanyalah masalah furu’ (cabang) bukan masalah ushul
(pokok) dalam agama Islam. Sehingga tidak sepatutnya umat Islam disibukkan
dengan perkara-perkara seperti ini. Sedangkan di sisi lain mereka mempunyai
kewajiban yang lebih besar dan berat, yakni menghadapi musuh-musuh Islam baik
di belahan timur maupun barat.
Sesungguhnya
pembicaraan tentang masalah pelurusan shaf dalam shalat menurut sebagian besar
umat Islam hanyalah akan membuang-buang waktu belaka, serta pemicu terjadinya
konflik dan perpecahan di antara mereka. Akan tetapi permasalahannya adalah
bahwa masalah ini tidaklah semata-mata hanya diukur dari tinjauan logika saja,
karena masalah ini menyangkut Tauqifiyyah (sesuatu yang sudah
ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya).
Jikalau
kita melihat dari hadits-hadits lain yang berkaitan tentang shaf shalat,
berikut banyak sekali yang menjelaskan tentang mafsadah karena tidak
meluruskan shaf shalat, serta hukum merapatkan shaf, sebagaimana yang akan saya
paparkan dibawah ini.
a. Bencana-Bencana Karena Tidak
Meluruskan Shaf Shalat
1. Berpalingnya Wajah
Orang-Orang Yang Tidak Meluruskan Shaf Dalam Shalat
Dari
Nu’man bin Bashir ra berkata, Rasulullah SAW bersabda:
لَتُسَوُنَّ
صُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللّهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
“Hendaklah
kalian meluruskan shaf-shaf kamu atau Allah akan memalingkan wajah-wajah kamu.” (HR Bukhari: 717, Muslim: 436, Dawud: 567, Ibnu Majah: 964)
Imam
Nawawi mengatakan dalam syarhnya: “Terjadinya permusuhan di antara kamu,
perseteruan dan perselisihan, sebagaimana halnya perkataanmu, “Ekpresi wajah si
fulan berubah terhadapku, saya melihat dari raut wajahnya kebencian kepadaku
dan sikapnya berubah kepadaku.”[10]
2. Ancaman Terputusnya Rahmat
Allah SWT Bagi Orang Yang Memutuskan Shaf Dalam Shalat
Dari
Umar ra berkata, Rasulullah SAW bersabda:
أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ
الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ لَمْ يَقُلْ
عِيسَى بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ وَمَنْ
وَصَلَ صَفًّا وَصَلَهُ اللَّهُ وَمَنْ قَطَعَ صَفًّا قَطَعَهُ اللَّهُ
“Luruskanlah
shaf, rapatkan antara bahu-bahu, isilah sela-sela yang kosong dan lenturkanlah
dengan tangan-tangan saudara kamu, janganlah kamu meninggalkan tempat kosong
untuk syetan, barang siapa yang menyambung shaf, maka Allah akan menyambungnya,
dan barang siapa yang memutuskan shaf, maka Allah akan memutuskanya.” (HR Ahmad: 5466, Abu Dawud:
570, Nasa’i: 780)[11]
3. Tidak Meluruskan Shaf Akan Memicu Perseteruan
Diriwayatkan
dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:
إِسْتَوُوْ
وَلاَ تَخْتَلِفُوْا فَتَخْتَلِفَ قُلُوْبُكُمْ
“Luruskanlah
shaf, janganlah kau membengkokkan shaf, maka hati kamu akan berseteru.”(HR Muslim: 432, Abu Dawud: 568, at-Tirmidzi: 211,
an-Nasa’i: 798 dan Ibnu Majah: 966)
Rasulullah
SAW telah memerintahkan kepada umatnya untuk meluruskan shaf di dalam
shalat, dan memerinthkan agar tidak mengingkari perintahnya, karena hal ini akan
memicu terjadinya perpecahan. Huruf Fa’ dalam kalimat ‘Takhtalifu’
adalah ‘Fa’
Sababiytah’, sehingga makna hadits adalah bahwa bengkoknya
shaf dalam shalat sebagai penyebab timbulnya perseteruan.
Maka
orang yang melarang tentang pelurusan shaf telah melakukan ijtihad tanpa ada
dasarnya, karena perselisihan itu tidak mungkin luput dari Nabi SAW karena
Allah SWT telah berfirman bahwa ucapan Nabi SAW berdasarkan atas wahyu bukan
nafsu.[12].
b. Meluruskan Shaf Hukumya
Wajib, Menurut Pendapat Yang Benar
Hal ini
berdasarkan pada hadits Nu’man bin Bisyr, ia berkata: bahwa Rasulullah SAW
pernah meluruskan barisan kami seakan-akan beliau meluruskan barisan itu dengan
anak panah hingga beliau melihat kami benar-benar telah memahaminya. Pada suatu
hari, beliau pernah keluar lalu berdiri hingga ketika akan bertakbir, tiba-tiba
beliau melihat seseorang menampakkan dadanya dari barisan, maka beliau
bersabda:
عِبَادَ
اللّهِ لَتُسَوُنَّ صُفُوْفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
“Wahai
hamba Allah kalian akan benar-benar meluiruskan barisan kalian atau Allah akan
membuat wajah-wajah kalian saling berselisih.” (HR Bukhari: 717, Muslim: 436)
Dan Ibnu
Taimiyah mengatakan dalam Ikhtiarnya bahwa meluruskan shaf hukumnya wajib
bersasarkan hadits di atas dan hadits dari Anas,
سَوُّوْ
صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاَةِ
“Luruskanlah
barisan kalian, karena pelurusan barisan termasuk menegakkan shalat.”
Maksud dari seseorang yang menyatakan adanya ijma’ atas
kesunnahan meluruskan shaf yakni kokohnya kesunahannya dan tidak menafikan
bahwa ia merupakan perkara wajib. Allah yang Maha Tau. Al ‘Allamah Muhammad
bin Shalih Al Utsaimin –Semoga Allah melindunginya- berkata, “Pendapat yang
unggul di dalam masalah ini adalah kewajiban meluruskan shaf. Jika mereka para
jama’ah tidak meluruskan shaf, maka mereka berdosa. Ini sekilas pendapat Syaikh
Al Islam Ibnu Taimiyah –semoga Allah merahmatinya-.[13]
Dalil
lain yang menunjukkan wajibnya meluruskan shaf dalam shalat, di antaranya
adalah Fi’il
(kata kerja) dalam nash yang menunjukkan kepada perintah atau dengan ‘Laamul
Amri’, dan adanya ‘Laam Nahiyah’ yang menujukkan
bentuk tahrim
kecuali ada qarinah yang tidak bertentangan.
Wallahu A’lam bish Showab.
KESIMPULAN
Dari
makalah yang kita kaji diatas, dapat kita simpulkan bahwasanya, banyak sekali
cara yang bisa digunakan untuk memahami hadist Nabi. Perlu kita ketahui hadis
yang kita kaji diatas setelah melalui pendekatan secara hermeneutika ternyata
perintah untuk meluruskan shaf itu wajib. Dikarenakan banyak hadits-hadits yang
berkaitan tentang hal itu, dan banyak pula hadits yang menjelaskan tentang
bengkoknya shaf shalat membawa bencana, sedangkan dengan rapatnya shaf shalat
akan tercapainya kesempurnaan shalat serta termasuk menegakkan shalat.
Abdullah
Khozin Afandi. Hermeneutika. Surabaya: 2007
Ahmad bin Ali Ibnu Hajar Al Asqalani. Fathul Baari
Bisyarhi Shahih Bukhari. Juz 2. Maktabah Obekan Riyadh. Cet 2. 2005
An Nasa’i. Sunan
An Nasa’i. Juz 1. (Semarang : Maktabah Toha Putra, T.Th)
Ahmad bin Hambal. Juz
11. Musnad bin Hambal. (Qahirah : Darul Hadits, T.Th)
Fahmi Salim. Kritik
Terhadap Studi al-Quran Kaum Liberal. Jakarta: 2010
Muhyar Fanani. 2009. Ilmu ushul Fiqih Di
Mata Filsafat Ilmu. Semarang:
Wali Songo
Press
[2]
Abdullah Khozin Afandi. Hermeneutika. Surabaya: 2007,
hlm 3.
[3]
ibid. 4.
[4] Muhyar Fanani. 2009. Ilmu ushul Fiqih Di Mata Filsafat
Ilmu. Semarang: Wali Songo Press, hlm 24.
[5]
Makalah
“Hermeneutika Hadist Syuhudi Ismail” oleh Syarifah Hasanah. http://katabelantara.blogspot.com/2011/09/hermeneutika-hadist-memahami-hadist.html
[9]
Ahmad bin Ali Ibnu Hajar Al Asqalani. Fathul
Baari Bisyarhi Shahih Bukhari. Juz 2. Maktabah Obekan Riyadh. Cet 2. 2005
[10] Sa’id Ali bin
Wahf Al Qahtani, Bekal Praktis Imam Shalat, Media Zikir, Solo, 2008 ,
hlm. 82
[11] Ibid, hlm, 87
[12] Ibid, hlm. 89
[13]Ibid, hlm, 83
Tidak ada komentar on "Memahami Hadits Melalui Pendekatan Hermeneutika