sungai dalam lautan perspektif Al Qur'an



Ilmu pengetahuan modern telah menemukan bahwa ditempat-tempat dimana dua laut berbeda bertemu, ada sebuah pengalang. Pengahalang ini memisahkan kedua lautan itu sehingga setiap laut memiliki temperatur, kadar garam, dan kepadatannya masing-masing. Allah SWT menyebutkan kejadian alam dua sungai ini dalam Al-Quran sekitar 1400 tahun yang lalu bahwa ada penghalang di antara dua laut yang bertemu dan keduanya tidak melampaui.
Dua sungai ini mengalir secara bersama-sama dan sampai di lautan, rasa air dari salah satu sungai ini terasa tawar, dan di lain sungai terasa sangat berlawanan (asin) tapi keduanya tidak pernah bercampur. Tidak ada di antara sungai-sungai ini yang berhenti akibat bercampur satu sama lain melainkan kehendak dan kuasa Allah SWT.
Meskipun ombak besar, arus yang kuat, dan laut pasang, keduanya tidak bercampur atau melampaui penghalang ini.
Mengapa Allah menginformasikan hal tersebut? Apa Allah SWT hanya sekedar ingin memperlihatkan kebenaran informasi dalam Al Quran saja? Ternyata tidak seperti yang kita fikirkan, dibalik informasi tersebut terdapat banyak manfat bagi makhluk hidup, dan tentunya sebagai kajian berfikir bagi orang-orang yang berilmu.


Para Ilmuwan Israel telah melakukan penelitian yang sangat menarik di Laut Mati. Mereka membuat membrane antara air sungai Jordan yang tawar dengan air Laut Mati yang berkadar garam tinggi. Allah SWT telah memberikan isyarat tentang energy ini dalam firmanNya:

 dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi (QS Al Furqan:53)
Informasi ayat diatas menegaskan bahwa air asin dan tawar tidak mudah disatukan dalam volume tertentu. Di antara keduanya seperti ada dinding penyekat. Sains memberikan penjelasan bahwa karena adanya perbedaan kadar garam yang sangat drastis diantara keduanya, air asin tidak bisa disatukan dengan air tawar. [1]
Terkait dengan penyekat antara dua lautan, Mayoritas ahli tafsir berpendapat bahwa dinding penyekat yang memisahkan dua lautan yang dimaksud adalah dinding penyekat yang tidak dapat dilihat.
Ibnu Jauzi misalnya berpendapat bahwa dinding penyekat ini adalah penghalang yang berasal dari kekuasaan Allah yang tidak seorang pun dapat melihatnya (Zad al Masir:6/90). Hal senada juga dikemukakan Az Zamakhsyari dalam Al Kasyaf (3/96), Al Qurtubi dalam Jami’ Al Ahkam (13/56), dan Al Biqa’I dalam Nidzam  Al Dhurar (13/406).
Sementara terkait dengan dinding penyekat antara air tawar dan air asin, Al Qurthubi menjelaskan : yang dimaksud dengan air tawar adalah air sungai dan air hujan, sedangkan air asin adalah air laut. Allah mengangkat hal ini karena ia merupakan sebagian dari nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada makhlukNya. Allah mencampur air tawar dari sungai dengan air laut yang asin, untuk kemudian Dia cegah air asin sedemikian rupa agar tidak merubah air tawar dari rasa tawarnya dan merusaknya dengan ketentuan dan kekuasaanNya.
            Allah SWT berfirman :
  Ÿ dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi (Al Furqan:53)
            Ibnu Mandzur mengatakan dalam kamus Lisan al ‘Arab : kata مرج memiliki dua pengertian. Pertama campur-aduk, dan kedua mondar-mandir dan kalang kabut.
            Sementara itu, kata اجاج  berarti air asin. Namun ada yang mengartikannya sebagai air yang pahit, sangat pahit, dan ada pula yang mengartikannya sangat panas.
            Firman Allah ''wa hadza milhun ujaaj berarti sangat asin dan pahit, persis seperti air laut. Kata  -ha-ja-ra- bisa dibaca “hijran” I dan bisa juga dibaca “hajran”. Namun keduanya sama-sama berarti pencegahan dan penyempitan. [2]
# Interpretansi Ilmiah
            Para ilmuwan pada decade empat puluhan abad 20 menemukan bahwa laut asin sangat beragam jenisya dari segi struktur dan spesifikasi. Hal ini terungkap setelah para peneliti di pusat-pusat observasi kelautan menganalisis unsure-unsur air laut. Mereka mengukur perbedaan-perbedaan air laut dari segi temperature, kandungan garam, kadar kepadatan, dan kadar oksigen terhadap seluruh samudra. Mereka menemukan bahwa air laut sendiri sangat beragam. Kemudian para ilmuwan sampai pada tahap penemuan dinding penyekat yang terdiri dari dua macam :
Pertama, Dinding penyekat antara dua laut yang sama-sama berair asin.
Penelitian kontemporer menemukan bahwa meskipun tampak sama, lautan sesungguhnya memiliki banyak perbedaan kepadatan massa airnya. Di daerah yang menjadi tempat pertemuan dua laut yang berbeda ditemukan dinding penyekat diantara keduanya. Dinding penyekat ini memisahkan dua lautan di mana setiap laut memiliki temperature, kadar garam, dan tingkat kepadatan yang khusus.
Diantara air Laut Tengah yang hangat dan bergaram misalnya terdapat dinding penyekat/ penghalang tersendiri ketika memasuki Samudra Atlantik yang berair dingin dan lebih rendah tingkat kepadatannya. Dinding penyekat seperti ini juga dapat ditemukan antara air Laut Merah dan air Teluk Aden.[3]
Inilah temuan sains modern pada abad 20 yang menjadi penjelas sinyalmen Al Quranul Karim dalam Surah Ar Rahman :
 
 Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu,
(QS Ar Rahman:19)

Jadi, jauh sebelum penemuan sains modern ini, Al Quran telah membicarakan perbedaan antar lautan yang sama-sama berair asin. Bukti atas hal tersebut dikemukakan para ahli tafsir, bahwa jika kata “al-bahr” disebut tanpa taqyid (unsure keterangan atau sifat pembatas), maka ia berarti air laut yang asin, kemudian jika Al Quran menyebut istilah “dua lautan”, maka keduanya berarti sejenis dan sama. Pembedaan antara lafal Al Quran ini mengisyaratkan petunjuk ilmiah yang mendalam mengenai adanya perbedaan diantara kedua lautan meskipun keduanya sama-sama asin.
Dalil lain yang diisyaratkan Al Quran adalah pendeskripsian dua lautan sebagai sumber mutiara dan marjan.

 
 dari keduanya keluar mutiara dan marjan (terumbu karang) (QS Ar Rahman:)

            Para ilmuwan menemukan bahwa mutiara dan terumbu karang hanya dapat terbentuk di laut asin dan tidak terdapat di perairan tawar atau di zona pertemuan air tawar dan air laut. [4]
            Pada tahun 1942 studi ilmiah khusus kelautan menemukan adanya dinding penyekat yang memisahkan dua laut yang saling bertemu dan fakta ini sudah diisyaratkan oleh firman Allah :

antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing (QS Ar Rahman:20)

Kata barzakhun berarti dinding penyekat. Hal ini lebih dikuatkan lagi dengan firman Allah lainnya :

 “ Dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut” (QS. An Naml : 61).

Sementara kata laa yabghiyaanberarti antara satu laut dengan laut yang lain tidak akan saling menguasai dan melampaui batas masing-masing, lalu merubah spesifikasinya.
Di antara ahli tafsir ada yang berpendapat bahwa la yabghiyan Maksudnya masing-masingnya tidak menghendaki. dengan demikian maksud ayat 19-20 ialah bahwa ada dua laut yang keduanya tercerai karena dibatasi oleh tanah genting, tetapi tanah genting itu tidaklah dikehendaki (tidak diperlukan) Maka pada akhirnya, tanah genting itu dibuang (digali untuk keperluan lalu lintas), Maka bertemulah dua lautan itu. seperti terusan Suez dan terusan Panama.[5]

Para ilmuwan juga menemukan adanya percampuran antara laut air asin meskipun terdapat dinding penyekat. Hal ini juga sudah diindikasikan oleh Al Quran dalam firmanNya : “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu  (QS. Ar Rahman:19).
Kata maraja berarti campur aduk, meremukkan[6]. Namun perlu dicatat bahwa pertemuan dua laut ini berlangsung lambat, sehingga membuat kadar air yang menyebrang dari satu laut ke laut yang lainnya menjadi berubah spesifikasinya mengikuti spesifikasi laut yang terakhir. Sebab dinding penyekat antara keduanya berfungsi menjaga spesifikasi yang dimiliki oleh setiap laut dalam hal kepadatan, kadar garam, biota laut, suhu, dan oksigen yang larut dalam air.
Kedua, dinding penyekat antara sungai air tawar dan laut asin.[7]
# Mekanisme pertemuan antara air sungai dan air laut (dan air muara)
Dari zaman dahulu manusia telah menyaksikan air sungai mengalir ke laut. Mereka juga memperhatikan bahwa iar tawar tersebut secara gradual kan kehilangan warna dan rasa khasnya ketika melebur ke dalam laut.
Seiring dengan kemajuan temuan ilmiah, para ilmuwan pun meneliti sampel-sampel air di tempat pertemuan antara air sungai dan air laut. Mereka lantas melakukan pengukuran tingkat kadar garamnya dengan alat pengukur yang dijamin akurat, disamping alat pengukur suhu dan tingkat kepadatan. Mereka juga mengumpulkan berbagai jenis makhluk hidup untuk kemudian mereka klasifikasikan, dan tentukan habitatnya, lantas merea teliti cara adaptasi mereka untuk hidup di lingkungan air tawar atau dan air laut.
Dari sini mereka pun membagi air menjadi 3 macam :
a.       Air sungai = sangat tawar
b.      Air laut = sangat asin
c.       Air di zona muara sungai = berasa campur antara asin dan tawar. Semakin dekat dengan air laut, air semakin asin, dan semakin dekat dengan daerah sungai, air inipun menjadi semakin tawar.[8]
Hal ini ternyata sudah ditetapkan dalam Al Quran ketika ia memaparkan dua laut (tawar dan asin) dengan beragam deskripsi dan ilustrasi yang baru dapat diungkap oleh para ilmuwan modern pada abad-abad terakhir.

Air sungai misalnya dideskripsikan dalam Al Quran dengan kata-kata  furaatun (air tawar yang sangat tawar). Kata adzbun berarti air tawar yang tidak asin, sedangkan adzbun berarti air yang sangat tawar. Dengan deskripsi ini air muara tidak dapat dikategorikan sebagai air sungai, karena meskipun ia air tawar namun ia belum sampai pada tingkatan air tawar (furrat).
      Sementara itu, air laut didekripsikan Al Quran dengan milhun ujaaj  (air asin yang sangat asin). Kata milhun berarti air asin, sedangkan kata ujaaj berarti sangat asin. Dengan demikian , air muara tidak dapat dikategorikan air laut, karena meskipun asin, ia tidak sampai pada tingkatan sangat asin.
      Sedangkan air muara dideskripsikan Al Quran dengan kalimat marajal bahraini yang berarti percampuran antara air sungai yang sangat tawar dan air laut yang sangat asin.[9]



# Dinding Penyekat lautan dengan daerah muara sungai

Para ilmuwan menemukan adanya dinding penyekat yang meliputi daerah muara sungai dan memelihara spesifikasinya yang khas. Bahkan air sungai dan air laut tidak dpat bertemu secara langsung di daerah muara sungai meskipun ada aktifitas pasang surut dan kondisinya yang terbuka. Hal ini dikarenakan adanya dinding penyekat yang meliputi daerah muara sungai yang selamanya menjadi pemisah antara keduanya.
Meskipun tidak bertemu langsung, para ilmuwan menemukan adanya percampuran yang berjalan sangat lamban antara air sungai dan air laut. Al Quran mendeskripsikan adanya dinding penyekat ini dengan kalimat :
Dan Dia jadikan antara keduanya dinding”. Kata barzakhun menurut pendapat ulama’ tafsir berarti penyekat yang menghalangi antara keduanya hingga tidak saling mengkooptasi dan merusak spesifikasi satu sama lain. Mujahid misalnya mengatakan keduanya bertemu namun tidak bercampur.
# Daerah muara dan penghalang yang khas

Ilmuwan melihat perbedaan ketiga jenis air (air sungai, air laut, dan air muara) dalam hal kandungan tingkatan garam. Para ilmuwan juga menemukan bahwa mayoritas mkhluk hidup yang hidup di laut, sungai, dan muara akan mati ketika mereka keluar dari habitatnya, sehingga makhluk hidup yang hidpu pada air tawar tidak dapat hidup di laut dan muara, dan seterusnya.
Kemudian para ilmuwan mengkategorikan ketiga lingkungan (sungai, laut, dan muara) berdasaran makhluk hidup yang hidup di dalamnya. Dan mereka menemukan bahwa daerah muara diduga  menjadi daerah penghalang bagi mayoritas makhluk hidup yang hidup di dalamnya, sehingga makhluk hidup tersebut tidak akan dapat bertahan hidup kecuali di daerah perairan yang sedang/tengah-tengah dalam hal tingkat kadar garamnya dan tingkat tekanan osmosisnya (daya serap), dan akan mati apabila keluar dari zona muara ini.
Daerah muara juga dianggap sebagai daerah penghalang dari mayoritas makhluk hidup yang berada di sungai dan laut, karena makhluk hidup ini akan mati ketika memasukinya, hal itu juga disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan osmosis.
Yang menakjubkan, Al Quran mendeskripsikan daerah muara ini dengan kata-kata “hijran mahjuuran” (batas yang menghalangi). Dalam perspektif temuan kontemporer, kata “hijran” dalam ayat ini bisa artikan bahwa makhluk hidup (biota) di daerah muara ini hidup di sebuah ruangan sempit yang menghalangi mereka untuk keluar dari ruangan tersebut. Selain itu Al Quran mendeskripsikan daerah muara dengan klausa “mahjuran” , artinya ruangan tersebut menghalangi makhluk hidup (biota) lainnya diluar habitat daerah muara untk masuk ke daerah ini.
Dengan demikian, daerah muara menurut deskripsi Al Quran adalah penghalang bagi makhluk hidup di dalamnya untuk keluar dari tersebt sekaligus mencegah masuknya makhluk hidup lain yang ada diluar aderah ini.
Bisa disimpulkan bahwa para ilmuwan telah melihat perbedaan atomis yang telah diisyaratkan oleh Al Quran antara dinding penyekat yang memisahkan sungai dengan lautan dan antara dinding penyekat yang memisahkan antara dua lautan air asin.
Pertama, daerah muara merupakan dinding penyekat yang menghalangi makhluk hidup yang mendiami daerah itu untuk keluar sekaligus mencegah masuknya biota yang hidup di laut dan sungai ke daerah tersebut. Hal ini dideskripsikan dengan akurat oleh Al Quranul Karim dalam surat Al Furqan ayat 53.
Dinding penyekat yang kedua adalah yang memisahkan antara lautan yang sama-sama berair asin. Disini tidak ditemukan penghalang khusus bagi makhluk hidup dari luar atau zona dinding penyekat. Inilah yang telah disinggung Al Quran dalam surat Ar Rahman ayat 19-22.
Pada ayat ini tidak ada pendeskripsian dinding penyekat dengan kata-kata “hijran mahjuran”  sehingga kita dapat menemukan mayoritas makhluk hidup bermigrasi antar dua lautan air asin dengan mudah, karena perbedaan kadar garam tidak begitu mencolok dan tidak terlalu menghalangi migrasi mereka dari satu laut ke laut yang lainnya.
Dari sini akal manusia akan takjub di hadapan penjelasan kemukjizatan Al Quran dan dihadapan keharmonisan yang indah yang telah diciptakan oleh Allah untk memelihara kelompok air yang bertemu untuk tidak saling merusak spesifikasi masing-masing. [10]



KESIMPULAN
-         Muara-muara sungai adalah tempat bertemunya sungai dan laut. Dengan demikian bisa kita definisikan bahwa ini adalah kawasan pereduksi konsentrasi air asin dan air tawar sehigga menjadi seimbang.
-         Aspek kemukjizatan pada ayat-ayat Al Quran diatas terkandung pada indikasinya akan adanya dinding penyekat antar sesame air laut yang asin , yang mentolerir adanya percampuran yang lambat antar masing-masing, dimana air laut yang masuk dari lautan lain akan kehilangan spesifikasinya dan mendapatkan spesifikasi baru air laut yang dimasukiya.
-         Ayat-ayat diatas juga menunjukkan bahwa laut dan sungai saling bertemu dan berbaur , meskipun ada dinding penyekat yang menghalangi percampuran yang sempurna diantara kedua air tersebut. Wallahu A’lam Bish Showab



DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’anul Kariem dan Terjemahnya, Depag
Agus Harjo Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi Dalam Al Quran, Mizania, Bandung 2008
Mustofa Bisri, Kamus Al Bisri
Soesilo Sukardi, Mengurai Tanda-Tanda Kebesaran Allah Di Lautan, Tinta Medina, Solo 2012
Tauhid Nur Azhar, Mengenal Allah Air Dan Samudra, Tinta Medina, Solo 2012
Yusuf Ahmad, Kemukjizatan Bumi Dalam Al Quran Dan Sunnah, Sajadah Press, Yogyakarta 2008





[1] Agus Harjo Sudarmojo, Menyibak Rahasia Sains Bumi Dalam Al Quran, Mizania, Bandung 2008, Hl. 82-83
[2] Yusuf Ahmad, Kemukjizatan Bumi Dalam Al Quran Dan Sunnah, Sajadah Press, Yogyakarta 2008, hal.182
[3] Ibid, hal. 186
[4] Soesilo Sukardi, Mengurai Tanda-Tanda Kebesaran Allah Di Lautan, Tinta Medina, Solo 2012, Hal.157
[5] Tim Penyusun, Tafsir DEPAG
[6]  Mustofa Bisri, Kamus Al Bisri, hal. 682
[7] Yusuf Ahmad, Kemukjizatan Bumi Dalam Al Quran Dan Sunnah, Sajadah Press, Yogyakarta 2008. Hal. 189
[9] Tauhid Nur Azhar, Mengenal Allah Air Dan Samudra, Tinta Medina, Solo 2012, hal. 64
[10] Yusuf Ahmad, Kemukjizatan Bumi Dalam Al Quran Dan Sunnah, Sajadah Press, Yogyakarta 2008, Hal. 192

Tidak ada komentar on "sungai dalam lautan perspektif Al Qur'an

Leave a Reply

Blogroll