A.
Pembagian
Hadist dari Segi Kualitas dan Kuantitas
Penentuan tinggi rendahnya
tingkatan suatu hadist bergantung kepada tiga hal, yaitu :
1.
Jumlah rawi,
2.
Keadaan (kualitas) rawi,
3.
Keadaan matan
Ketiga hal tersebut menetukan
tinggi-rendahnya suatu hadist. Bila dua buah hadis menentukan keadaan rawi dan
keadaan matan yang sama, maka hadist yang diriwayatkan oleh dua orang
rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadist yangdiriwayatkan oleh satu orang
rawi; dan hadist yang diriwayatkan oleh tiga orangrawi lebih tinggi
tingkatannya daripada hadist yang diriwayatkan dua perawi, begitu seterusnya.[1]
Jika dua buah hadist memiliki keadaan
matan jumlah rawi yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat
ingatannya, lebih tinggit ingkatannya daripada hadist yang diriwayatkan oleh
rawi yang lemah tingkatannya, dan hadist yang diriwayatkan oleh rawi yang jujur
lebih tinggi tingkatannya daripada hadist yang diriwayatkan oleh rawi pendusta.
1) Hadits
Mutawatir
a) Definisi
hadits mutawatir
Mutawatir
menurut bahasa adalah, mutatabi yakni sesuatu yang datang berikut dengan
kita atau yang beriringan antara satu dengan lainnya tanpa ada jaraknya. Menurut istilah hadits mutawatir adalah hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat
terlebih dahulu untuk berdusta.
b) Syarat- syarat hadits mutawatir
1. Periwayatan yang disampaikan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan
tanggapan panca indra. Dengan kata lain, hadits yang mereka sampaikan itu
benar-benar hasil penglihatan atau pendengaran sendiri.
2. Jumlah rowi-rowinya harus mencapai suatu ketentuan yang tidak
memungkinkan mereka bersepakat untuk berbohong. Ulama
hadis berbeda pendapat tentang berapa jumlah bilangan rawinya untuk dapat
dikatakan sebagai hadis mutawatir. Ada yang mengatakan harus 4,5,10, 12 ,20, ada juga yang mengatakan minimal 40 orang, ada yang 70 orang, dan yang
terakhir berpendapat minimal 313 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, seperti
jumlah pasukan muslim pada waktu Perang Badar.
3. Adanya
keseimbangan jumlah antara rawi-rawi dalam thabaqoh pertama dengan jumlah
rawi-rawi dalam thobaqoh berikutnya.
c) Pembagian
hadits mutawatir
Para ahli ushul
membagi hadits mutawatir kepada dua bagian. Yakni mutawatir lafdzi dan
mutawatir ma’nawi.
Hadits
mutawatir lafdzi adalah hadits yang diriwayatkan oleh orang
banyak yang susunan redaksi dan ma’nanya sesuai benar antara riwayat yang satu
dengan yang lainnya. Contoh hadits mutawatir lafdzi adalah:
حَدَّثَنَا
أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عُبَيْدٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ رَبِيعَةَ
عَنْ الْمُغِيرَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ
كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ نِيحَ
عَلَيْهِ يُعَذَّبُ بِمَا نِيحَ عَلَيْهِ
Artinya: ”Barang siapa yang sengaja berdusta atas
namaku, maka tempat tinggalnya adalah neraka”.
Hadis ini diriwayatkan oleh lebih dari enam
puluh dua sahabat dengan teks yang sama, bahkan menurut As-Syuyuti diriwayatkan
lebih dari dua ratus sahabat.
Hadits mutawatir
ma’nawi adalah hadits yang rawi-rawinya berlainan
dalam menyusun redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang berlainan tersebut
terdapat pesesuaian pada prinsipnya. Contoh hadits ini adalah hadits yang
menerangkan kesunnahan mengangkat tangan ketika berdoa. Hadits ini berjumlah
sekitar seratus hadits dengan redaksi yang berbeda-beda, tetapi mempunyai titik
persamaan, yaitu keadaan Nabi Muhammad mengangkat tangan saat berdo’a.
d) Faedah
hadits mutawatir
Hadits
mutawatir itu memberikan faedah ilmu dhoruri, yakni keharusan untuk menerimanya
dan mengamalkan sesuai dengan yang diberitakan oleh hadits mutawatir tersebut
hingga membawa pada keyakinan qoth’I (pasti).
Ibnu Taymiyah
mengatakan bahwa suatu hadits dianggap mutawtir oleh sebagian golongan membawa
keyakinan pada golongan tersebut, tetapi tidak bagi golongan lain yang tidak
menganggap bahwa hadits tersebut mutawatir. Barang siapa telah meyakini
ke-mutawatir-an hadits diwajibkan untuk mengamalkannya sesuai dengan
tuntutannya. Sebaliknya bagi mereka yang belum mengetahui dan meyakini
kemutawatirannya, wajib baginya mempercayai dan mengamalkan hadits mutawatir
yang disepakati oleh para ulama’ sebagaimana kewajiban mereka mengikuti
ketentuan-ketentuan hokum yang disepakati oleh ahli ilmu.
Para perawi
hadits mutawatir tidak perlu dipersoalkan, baik mengenai kesdilan maupun
kedhobitannya, sebab dengan adanya persyaratan yang begitu ketat, sebagaimana
telah ditetapkan diatas, menjadikan mereka tidak munkin sepakat melakukan
dusta.[2]
2) Hadits Ahad
a) Definisi
hadits ahad
Kata ahad atau
wahid berdasarkan segi bahasa berarti satu, maka khobar ahad atau khobar wahid
berarti suatu berita yang disampaikan oleh orang satu. Sedangkan hadits ahad menurut istilah adalah, Hadits yang jumlah perowinya
tidak sebanyak jumlah perowi hadits mutawatir, baik perowi itu satu, dua, tiga,
empat, lima dan seterusnya yang memberikan pengertian bahwa jumlah perawi
tersebut tidak mencapai jumlah perowi hadits mutawatir.
) Pembagian hadits ahad
Para muhadditsin membagi
atau memberi nama-nama tertentu bagi hadits ahad mengingat banyak sedikitnya
rawi-rawi yang berada pada tiap-tiap thabaqot, yaitu Hadits Masyhur, Hadits
Aziz, dan Hadits Ghorib.
a. Hadits
Masyhur
Adalah hadits
yang diriwayatkan oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada batasan
mutawatir. Ibnu Hajar mendefinisikan hadits masyhur
secara ringkas, yaitu hadits yang mempunyai jalan terhingga, tetapi lebih dari
dua jalan dan tidak sampai kepada batas hadits mutawatir. Hadits ini
dinamakan masyhur karena telah tersebar luas dikalangan masyarakat.
Hadis masyhur
ini ada yang berstatus sahih, hasan dan dhaif. Yang dimaksud dengan hadis
masyhur sahih adalah hadis masyhur yang telah mencapai ketentuan-ketentuan
hadis sahih baik pada sanad maupun matannya. Sedangkan yang
dimaksud dengan hadis masyhur hasan adalah apabila telah mencapai ketentuan
hadis hasan, begitu juga dikatakan dhoif jika tidak memenuhi ketentuan hadis
sahih.
b. Hadits Aziz
Dinamakan Aziz
karena kelangkaan hadits ini. Sedangkan pengertiannya adalah hadits yang jumlah
perowinya tidak kurang dari dua.[3]
3. Hadits Ghorib
Adalah hadits
yang diriwayatkan satu perowi saja. Hadits Ghorib terbagi menjadi dua: yaitu
ghorib mutlaq dan ghorib nisbi. Gorib mutlaq terjadi apabila penyendirian perawi hanya terdapat pada satu
thabaqat.Hadis ghorib nisbi terjadi apabila penyendiriannya mengenai sifat atau
keadaan tertentu dari seorang perawi. Penyendirian seorang rawi seperti ini bisa
terjadi berkaitan dengan kesiqahan rawi atau mengenai tempat tinggal atau kota
tertentu.[4]
KESIMPULAN
-
Hadits Mutawatir adalah Hadits yang
diriwayatkan oleh sejumlah orang yang menurut adat mustahil mereka bersepakat
terlebih dahulu untuk berdusta.
-
Hadits mutawatir lafdzi adalah hadits yang
diriwayatkan oleh orang banyak yang susunan redaksi dan ma’nanya sesuai benar
antara riwayat yang satu dengan yang lainnya.
-
Hadits mutawatir ma’nawi adalah hadits yang
rawi-rawinya berlainan dalam menyusun redaksi pemberitaanya, tetapi berita yang
berlainan tersebut terdapat pesesuaian pada prinsipnya.
-
Hadits Ahad adalah hadits yang tidak memenuhi
syarat-syarat hadits mutawatir.
-
Hadits Masyhur Adalah hadits yang diriwayatkan
oleh tiga rowi atau lebih dan tidak sampai pada batasan mutawatir.
-
Hadits Aziz adalah hadits yang jumlah perowinya
tidak kurang dari dua.
-
Hadits Ghorib Adalah hadits yang diriwayatkan
satu perowi saja.
DAFTAR PUSTAKA
-
Fathur Rahman. Ikhtisar Musthathalah al
Hadits. Al Ma’arif: Bandung.
-
Drs.
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits, Gaya Media Pratama, Bandung
mantap artikelnya. sangat bermanfaat.
BalasHapusbisnis tiket pesawat mantap www.kiostiket.com