Al Umm Karya Imam Syafi'i


Orang banyak mengenal syafi’I adalah sebagai ahli fikih bahkan sampai sekarang banyak umat Islam yang tetep setia mengikuti pendapatnya yang terlembagakan menjadi madzhab. Namun, dibalik keterkenalannya dalam bidang fiqih, ia juga seorang yang mumpuni dalam bidang yang sangat dekat dengan persoalan-persoalan fiqih, yaitu dalam bidang hadits dan ilmu hadits.
Al-Umm berarti Kitab Induk, sebuah kitab yang menjelaskan secara terperinci tentang Ilmu Fiqh yang ditulis oleh seorang ulama- besar Al Imam Asy-Syafi'i ra. yang kemudian menimbulkan Madzhab Syafi'i.
            Dalam makalah ini, penulis akan memaparkan tentang kitab Al Umm karya Imam Syafi’I, mencakup biografi Imam Syafi’I, pemikiran Imam Syafi’I tentang hadits, serta metode penulisan kitabnya.
1.      As Syafi’ie
Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Idris bin Abbad bin Utsman bin Syafi’I Ibn Sa’ib bin ‘Ubaid bin Abu Yazid bin Hakim bin Muthallib bin ‘Abdu Manaf. Pada Abdul Manaf lah nasab Imam Syafi’I bertemu dengan Rasulullah SAW. Dia dilahirkan pada tahun 150 H. bertepatan dengan dimana Imam Abu Hanifah meninggal dunia. Dia dilahirkan di desa Ghazzah, Asqalan.. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil, kemudian ibunya membawanya ke Makkah.
            Dengan usaha keras ibunya, Syafi’I dapat menghafalkan Al Quran dalam umur yang relative muda. Kemudian ia mengarahkannya untuk menghafalkan hadits. Syafi’I belajar hadits dengan jalan mendengarkan dari para guru, kemudian mencatatnya. Disamping itu ia juga mempelajari bahasa Arab untuk menghindari bahasa ‘Ajamiyah yang sedang melanda bahasa Arab saat itu, untuk itu ia pergi ke Kabilah Huzail untuk belajar bahasa selama sepuluh tahun.
            Syafi’I belajar pada ulama’-ulama’ Makkah, baik pada ulama’ fiqih, maupun ulama’ hadits. Ia belajar hadits dan fiqih kepada Imam Malik, hingga ia terkenal dalam fiqih dan mendapat kedudukan tinggi dalam bidang tersebut. Ia juga menghafal kitab Al Muwatta’ karya beliau. Imam Syafi’I dijuluki sebagai Nashir As Sunnah karena kegigihannya dalam membela hadits Nabi sebagai hujjah, dan ia berhasil menegakkan otoritas hadits dan menjelaskan kedudukan serta fungsi hadits Nabi secara jelas.
Imam Syafi’i meninggal di Mesir pada usia 55 tahun, tepatnya hari Kamis malam Jum’at setelah mengalami sakit beberapa waktu. Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata, “Imam Syafi’i meninggal pada malam Jum’at setelah maghrib. Pada waktu itu aku berada di sampingnya. Beliau dishalatkan dengan imamnya adalah al-Sury ibn Hakam, gubernur Mesir pada saat itu. Jasadnya dimakamkan pada hari Jum’at setelah ashar, hari terakhir di bulan Rajab. Makamnya berada di kota Kairo, di dekat masjid Yazar, yang berada dalam lingkungan perumahan yang Bernama Imam Syafi`i.[1]



2.      Pemikiran Syafi’I Tentang Hadits
Jumhur ulama’ hadits menyamakan pengertian hadits dan sunnah. Keduanya berarti segala yang disandarkan kepada Nabi, baik itu perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun sifat beliau. Selain itu ada juga ulama yang memberikan pengertian sunnah lebih luas dari hadits, dalam sunnah masuk di dalamnya perkataan sahabat dan fatwa tabi’in.
Syafi’I tidak sependapat dengan apa yang diungkapkan diatas. Menurutnya yang dikatakan dengan sunnah adalah mutlaq sunnah yatanawaluhu sunnata Rasulillahi faqat. Hadits Nabi bersifat mengikat dan harus ditaati sebagaimana Al Quran. Sedangkan pendapat sahabat, dan fatwa tabi’in hanya bisa diterima sebagai dasar hukum sekunder, dan bukan sebagai primer.
Pernyataan Syafi’I tersebut mengandung konsekwensi logis untuk mengadakan penelitian secara sistematis , sehingga segala hal yang disandarkan kepada Nabi SAW, tidak bisa lepas bagitu saja dari kritik pembuktian keotentikannya.
Syafi’I berpendapat bahwa sunnah itu satu peringkat dengan Al Qur’an, walaupun dalam prakteknya Al Quran didahulukan dari sunnah, namun disini tidak menunjukkan peringkat  yang berbeda, sebab sunnah berfungsi sebagai penafsir Al Quran secara otentik. Acuan pokok pemikiran Syafi’I adalah Al Quran yang didudukkan sebagai bayan kulli yang mempunyai 2 corak :
a.       Ada yang berupa nash, tidak membutuhkan penjelasan dari sumber lain
b.      Ada yang bukan nash, sehingga membutuhkan sumber lain.
Kedua corak ini juga merupakan sebab mengapa hadits diletakkan satu peringkat dengan Al Quran. Kalau Al Quran dinyatakan sebagai sesuatu yang kulli, maka istinbat dengan Al Quran tidak boleh lepas dengan syarahnya, yaitu hadits. [2]


3.      Al Umm
Kitab Al Umm adalah buah karya terbesar Imam Syafi'i  yang berisi fatwa-fatwa fikih hasil pengembangan motode qiyas yang berfungsi untuk memperjelas suatu posisi hukum. Kitab ini menjadi kitab induk bagi penganut faham sunni yang bermadzhab syafií. Banyak ulama fikih yang lahir sesudah beliau menempatkan Al Umm menjadi rujukan utama dalam mengembangkan fatwa-fatwa fikih kontemporer. Masyarakat muslim di Indonesaia adalah pengikut madzhab Syafií yang paling besar di dunia. Imam Syafií adalah ulama yang paling terkenal kehati-hatiannya (ikhtiyath) dalam memutuskan persoalan hukum. Namun begitu dibanding tiga madzhab yang lain (Maliki, Hambali dan Hanafi), keputusan-keputusan hukum yang dibuat imam Syafií cenderung moderat; sekalipun tidak dipungkiri terdapat juga sebagian fatwa beliau yang tegas dan berat.
Kitab beliau yang paling utama dan menjadi teras dalam mazhab as-Syafi’-‘i ialah Kitab al-Umm   ( Kitab Induk ). Ia dinamakan sedemikian kerana boleh dikatakan semua penulisan dalam mazhab al-Syafi’-‘i berasal daripada kitab ini.
Kitab Al Umm berisi persoalan-persoalan fiqhiyah keseharian yang berkaitan dengan ibadah, muamalah dan siyasah. Topik pembahasannya terasa masih relevan dengan kondisi terkini. Inilah salah satu bagian dari kehebatan kitab Al Umm.[3]
Di kalangan ulama terdapat keraguan dan perbedaan pendapat, apakah kitab tersebut ditulis oleh Syafi’I sendiri ataukah para muridnya. Menurut Ahmad Amin, Al Umm bukanlah karya langsung dari Imam Syafi’I, namun merupakan karya muridnya yang menerima dari Syafi’I dengan jalan didiktekan. Sedangkan menurut Abu Zahrah dalam Al Umm ada tulisan Syafi’I langsung tetapi ada juga tulisan dari muridnya. Namun menurut riwayat yang masyhur diceritakan bahwa kitab Al Umm adalah catatan pribadi Imam Syafi’I, karena setiap pertanyaan yang diajukan oleh muridnya ia tulis, lalu ia jawab, lalu ia diktekan kepada muridnya. Oleh karena itu, ada pula yang mengatakan bahwa kitab itu adalah karya kedua muridnya Imam Al Buwaiti dan Imam Ar Robi’. Hal ini dikemukakan oleh Abu Thalib Al Makki. Tetapi pendapat ini menyalahi ijma’ ulama’ yang mengatakan bahwa Al Umm adalah karya orisinil Imam Syafi’I yang memuat pemikirann-pemikirannya di bidang hukum.[4]
4.      Isi, Sistematika, dan Metode yang digunakan Imam Syafi’I
Dalam menguraikan keteragan-keteragannya, Imam Syafi’I terkadag memakai metode Tanya jawab, dalam arti menguraikan pendapat pihak lain yang diadukan sebagai sebuah pertanyaan, kemudian ditangggapinya dengan bentuk jawaban.
Pada kesempatan lain Imam Syafi’I menggunakan metode eksplanasi, dalam arti menguraikan secara panjang lebar suatu masalah dengan memberikan penetapan hukumnya berdasarkan prinsip-prinsip yang dianutnya tanpa ada sebuah pertanyaan.
Adapun mengenai sistematikanya, kitab ini diringkas agar memudahkan para pembaca tentang gambaran fiqih metodologi Imam Syafi’i, pembahasan-pembahasan tersebut diringkas menjadi 3 jilid lengkap, diantaranya;
1.      Jilid 1  : Biografi Imam Syafi’i, Pembahasan tentang Bersuci (thaharah), Haid, Shalat, Shalat Idul Fitri dan Idul Adha, Jenazah, Zakat, Pembagian Zakat, Sederhana Puasa, I’tikaf, Haji, Penyembelihan Kurban, Hewan Buruan dan Sembelihan, Makanan dan Keterangan tentang Halal Haramnya,Nadzar, Berhubungan dengan Hewan Kurban dan Nadzar.
2.      Jilid 2  : Pembahasan tentang Jual Beli, Gadai , Suf’ah (Hak Membeli Lebih Dulu), Hibah, Luqathah (Barang Temuan), Al-Laqith, Fara’id (Pembagian Warisan), Wasiat, Jizyah, Kitab Memerangi Pemberontak (Ahlu Baghyi dan Orang-Orang yang Murtad), Perlombaan Dan Memanah, Hukum Memerangi Musyrikin dan Masalah Harta Kafir Harbi, Nikah, Mahar , Syighar, Nafkah, Luka-Luka yang Disengaja, Hudud dan Sifat Pengasingan, Peradilan dan Hakim.
3.      Jilid 3  : Perbedaan pandangan Ali dan Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu'anhum-Pembahasan tentang Perbedaan Pendapat Malik dan Syafi’i -rahimahumullah-Pembahasan tentang Pembebasan Budak, Rangkuman Ilmu, Sifat Larangan Rasulullah Shallallahu 'Alayhi wa Sallam, Pembahasan tentang Membatalkan, Istihsan (menganggap baik sesuatu), Pembahasan tentang Bantahan terhadap Muhammad bin Al Hasan, Pembahasan tentang Siyar (sejarah) Al Auza’i, Pembahasan tentang Undian, Pembahasan tentang Hukum-Hukum Tadbir (Menjanjikan Kemerdekaan bagi Budak Setelah Majikan Meninggal Dunia), Pembagian tentang Al Mukatab.[5]
Dalam format kitab al-Umm yang dapat ditemui pada masa sekarang, ada juga yang dicetakkan bersama kitab-kitabnya yang lain dalam satu kitab al-Umm, di antaranya adalah:
1.      Ar-Risalah,  mengandungi huraian sumber hukum islam, serta kaedah-kaedah pengistinbatan hukum syara’.
2.      Khilaf  Malik, mengandungi  bantahan-bantahan al-Syafi-‘i  terhadap beberapa pendapat gurunya imam Malik.
3.      Al-Radd ‘Ala Muhammad ibn Hasan, mengandungi pembelaan al-Syafi-‘i terhadap mazhab ulama Madinah dari serangan imam Muhammad ibn Hasan, murid Abu Hanifah.
4.      Al-Khilaf ‘Ali wa Ibn Mas’ud, iaitu kitab yang memuatkan perbezaan pendapat antara  Abu Hanifah dan ulama Irak dengan Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud.
5.      Syair al-Auza-’i, berisi pembelaannya atas imam al-Auza’i dari serangan imam Abu Yusuf.
6.      Ikhtilaf al-Hadits, berisi keterangan dan penjelasan al-Syafi-‘i atas hadits-hadits yang tampak bertentangan.  namun kitab ini juga ada yang dicetak tersendiri.
7.      Jima’ al-‘Ilmi, berisi pembelaan imam al-Syaf-i’i terhadap Sunnah Nabi Muhammad saw.[6]



5.      Kelebihan dan kekurangan
a.       Kelebihan
1.      Menggunakan hadits-hadits Nabi sebagai landasan baginya dalam mengambil istinbat hukum
2.      Hadits-hadits yang dipakai sudah disaring tentang kesahihannya

C.     KESIMPULAN
Imam Syafi’I yang selama ini terkenal dengan Ahli Fiqih ternyata juga mempunyai perhatian yang serius trhadap hadits dan sunnah, sehingga ia dijuluki sebagai Nashir As Sunnah.
Kitab Al Umm Al Umm adalah karya orisinil Imam Syafi’I yang memuat pemikirann-pemikirannya di bidang hukum. Al Umm merupakan kitab fiqih terbesar di masanya. Kitab ini membahas berbagai persoalan lengkap dengan dalil-dalilnya, baik dari Al Quran, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
DAFTAR PUSTAKA
Abror, Indal, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta : Teras
Abu Vida` Anshari, Mukhtashar Kitab al- Umm fi al-Fiqhi, Darul Arqam bin Abil Arqam, Beirut Libanon
fikrifajar.wordpress.com/.../terjemah-al-umm1-imam-syafii/
Imam Syafi’I, Ringkasan Kitab Al Umm, Jakarta, Pustaka Azzam, 2005


[1] Imam Syafi’I, Ringkasan Kitab Al Umm, Jakarta, Pustaka Azzam, 2005 h.
[2] Abror, Indal, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta : Teras, h.
[3] Abu Fida` Anshari, Mukhtashar Kitab al- Umm fi al-Fiqhi, Darul Arqam bin Abil Arqam, Beirut Libanon, h. 5
[4] Abror, Indal, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta : Teras, h.
[5]fikrifajar.wordpress.com/.../terjemah-al-umm1-imam-syafii/
[6] Abror, Indal, Studi Kitab Hadits, Yogyakarta : Teras, h.

Tidak ada komentar on "Al Umm Karya Imam Syafi'i

Leave a Reply

Blogroll