PENDAHULUAN
Pada
dasarnya Islam adalah agama yang menekankan spirit keadilan dan keseimbangan
dalam berbagai aspek kehidupan. Relasi gender (perbedaan laki-laki dan
perempuan yang kodrati) dalam masyarakat yang cenderung kurang adil merupakan kenyataan
yang menyimpang dari spirit Islam yang menekankan pada keadilan. Secara umum
nampaknya al-Qur’an mengakui adanya perbedaan (distinction) antara laki-laki dan
perempuan, tetapi perbedaan tersebut bukanlah perbedaan (discrimination)
yang menguntungkan satu pihak dan merugikan yang lain. Perbedaan tersebut
dimaksudkan untuk mendukung terciptanya hubungan yang harmonis serta cikal
bakal terwujudnya komunitas ideal.
Lingkungan keluarga yang kondusif
sangat menentukan optimalisasi perkembangan pribadi, moral, kemampuan
bersosialisasi, penyesuaian diri, kecerdasan, kreativitas juga peningkatan
kapasitas diri menuju batas-batas kebaikan dan kesempurnaan dalam ukuran
kemanusiaan. Berkembangnya potensi yang positif sangat ditentukan oleh
pendidikan dalam keluarga, seperti yang
dituntunkan Rasulullah saw. bahwa:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ؛ أَنَّهُ كَانَ يَقُوْلُ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ. فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : مَا مِنْ مَوْلُوْدٍ إِلاَّ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ. فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ وَيُمَجِّسَانِهِ.
Hadis
riwayat Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam bersabda: Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah.
Kedua orang tuanyalah yang membuatnya menjadi seorang Yahudi, seorang Nasrani
maupun seorang Majusi.
PEMBAHASAN
A.
Keluarga dan Posisinya Dalam Islam
Keluarga adalah sel hidup utama yang
membentuk organ tubuh masyarakat. Jika keluarga baik, maka masyarakat secara
keseluruhan akan ikut baik dan jika keluarga rusak, masyarakat pun ikut rusak.
Bahkan keluarga adalah miniature umat yang menjadi sekolah pertama bagi manusia
dalam mempelajari etika social yang terbaik. Sehingga tidak ada umat tanpa
keluarga, bahkan tidak ada masyarakat humanisme tanpa keluarga.
Keluarga merupakan milieu social pertama dan
satu-satunya yang menyambut manusia sejak kelahiran, selalu bersama sepanjang
hidup, ikut menyertai dari satu fase ke fase selanjutnya. Dalam pendekatan
Islam, keluarga adalah basis utama yang menjadi pondasi bangunan komunitas dan
masyarakat Islam. Sehingga keluarga mendapat lingkupan perhatian dalam Al
Qur’an. Keluarga adalah system Robbani bagi manusia yang mencakup segala
karakteristik dasar fitrah manusia, kebutuhan, dan unsure-unsurnya. System
keluarga dalam Islam terpancar dari fitrah dan karakter alamiah yang merupakan basis penciptaan makhluk
hidup. Hal ini tampak pada firman Allah SWT :
Artinya : dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir. (QS:
Ar Ruum : 21)
Keluarga menurut konsepsi Islam
menguak penggabungan fitrah antara kedua jenis manusia. Namun, bukannya untuk
menggabungkan antara sembarang pria dan wanita dalam wadah komunisme kehewanan,
melainkan untuk mengarahkan penggabungan tersebut kearah pembentukan keluarga
dan rumah tangga. Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga dalam Islam adalah
system alamiah dan berbasis fitrah.
Keluarga adalah tempat pengasuhan
alami yang melindungi anak yang baru tumbuh serta merawatnya, serta
mengembangkan fisik, akal, dan spiritualitasnya. Dalam naungan keluarga,
perasaan cinta, empati, dan solidaritas berpadu dan menyatu. Anak-anak pun akan
bertabiat dengan tabiat yang biasa dilekati sepanjang hidupnya. Lalu, dengan
petunjuk dan arahan keluarga, anak itu akan dapat menyongsong hidup, memahami
makna hidup dan tujuan-tujuannya, serta mengetahui bagaimana berinteraksi
dengan makhluk hidup. [1]
B.
Status Wanita Islam dalam Keluarga
Status seorang
wanita Islam dalam keluarga diakui sebagai istri dari suami dan ibu dari
anak-anak mereka.. Wanita yang berperan sebagai ibu rumah tangga, istri dari
suami, serta ibu bagi aak-anaknya, diwajibkan menjaga diri dan anggota
keluarganya agar tidak terjerumus kepada kemurkaan Allah SWT guna
mengaktualisasikan nilai-nilai Ilami dalam kehidupan nyata sehari-hari. [2]
Peranan wanita
yang diinginkan Islam adalah mengurus rumah tangganya. Terlebih dalam mengurus
dan mendidik anak-anaknya. Sebagaimana firmanNya :
Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah
memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah
kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan (QS. Al Baqarah : 233)
Arti kata
penyusuan itu bukanlah sekedar memberikan air susu itu, tetapi memberikan pula
kepuasan rohani, pemeliharaan, pendidikan, dan sebagainya. Sebagaimana diakui
para ahli betapa eratnya hubungan emosional dan fisik antara ibu dan anak yang
dilahirkannya.[3]
C.
Peran Wanita dan Laki-Laki Dalam Keluarga
Dalam teori
struktural-fungsional, peran masing-masing anggota keluarga sangat ditentukan
oleh struktur kekuasaan laki-laki (ayah) sebagai kepala keluarga yang secara
hierarkis atau berdasarkan peringkat (misalnya kompleksitas dan tanggung
jawabnya) memiliki kewenangan paling tinggi dalam keputusan-keputusan keluarga.
Banyak mitos
yang sudah tertanam di masyarakat, misalnya tanggung jawab mutlak terhadap
ekonomi keluarga hanya ada di tangan ayah/suami, sementara tanggung jawab
domestik adalah tanggung jawab ibu/istri. Persepsi seperti itu tidak saja
mengesampingkan peran perempuan dalam keluarga tetapi di sisi lain membebani
kaum laki-laki dengan tanggung jawab mutlak terhadap ekonomi keluarga. Atau sebaliknya,
karena peran mutlak yang dibebankan kepada suami/ayah sebagai pencari nafkah,
sehingga peran lain seperti pengasuhan dan pendidikan anak, serta peran-peran
domestik lainnya menjadi peran mutlak ibu/istri. Kesetaraan gender dimaksudkan
untuk memberikan keseimbangan peran antara laki-laki dan perempuan dalam
keluarga maupun masyarakat sehingga tidak ada peran-peran yang dilabelkan
mutlak milik laki-laki saja atau milik perempuan saja.[4]
Dalam kerangka
kehidupan rumah tangga, Islam menunjukkan perhatian yang luar biasa mengenai
adanya hak-hak dan kewajiban yang dihimpun atas laki laki dan perempuan (suami
dan istri). Hubungan tersebut didirikan dengan asas keseimbangan dan timbal
balik di antara keduanya dengan harapan adanya keluarga dengan ketenangan
cinta, rahmat dan keberlangsungan didalamnya. Dalam menegakkan kehidupan rumah
tangga yang sehat, diperlukan adanya hubungan timbal balik sehingga sebuah
keluarga diliputi oleh suasana cinta dan harmonis.[5]
Wanita dan
laki-laki diinginkan Allah bekerjasama dalam melaksanakan amar ma’ruf nahyi
munkar sebagai tanggung jawab mereka dalam membina kehidupan,
ditengah-tengah keluarga dan masyarakat. Kewajiban ini bukan berarti wanita dan
pria harus dalam kedudukan yang sama, atau jabatan yang serupa. Jabatan dan
kedudukan wanita dalam hal ini tidak bisa disamakan sepenuhnya dengan pria.
Wanita melaksanakan kewajibannya disesuaikan dengan dunia kewanitaannya. Dia
melaksanakan amar ma’ruf nahyi munkar di tengah masyarakat wanita, baik
keluarga, teman, dan sebagainya. Namun, wanita tetap menghindarkan dirinya dari
fitnah. [6]
D.
Penataan
Hubungan Orang Tua-Anak
Peran-peran dalam keluarga tidak seluruhnya kaku
sebagai tugas/peran ibu, ayah, anak laki-laki, atau anak perempuan saja, tetapi
ada beberapa tugas/peran yang dapat dipertukarkan. Sebaiknya, peran-peran yang
melekat pada perempuan atau laki-laki di dalam keluarga tidak terjebak pada
perbedaan gender. Kesetaraan gender tidak berarti menempatkan segala sesuatu
harus sama, tetapi lebih pada pembiasaan yang didasarkan pada kebutuhan
spesifik masing-masing anggota keluarga. Kesetaraan gender dalam keluarga
mengisyaratkan adanya keseimbangan dalam pembagian peran antar anggota keluarga
sehingga tidak ada salah satu yang dirugikan. Dengan demikian, tujuan serta
fungsi keluarga sebagai institusi pertama yang bertanggung jawab dalam
pembentukan manusia yang berkualitas dapat tercapai. [7]
Islam memberikan perhatian khusus
pada penataan hubungan antara orang tua dan anak sebagai kesatuan menuju
terciptanya keluarga muslim yang berpilar kokoh dan berbangunan kuat. Hubungan
orang tua dan anak bertumpu pada barter kewajiban. Masing-masing memiliki
kewajiban terhadap yang lain. Ada setumpuk kewajiban orang tua terhadap
anak-anak, dan ada sederet kewajiban anak-anak terhadap orang tua.
a.
Kewajiban
Orang Tua Terhadap Anak
Islam menginstruksikan kepada orang
tua untuk mendidik dan mengasuh anak-anaknya dengan optimal, karena mereka
adalah tunas harapan umat. Allah SWT berfirman :
“ Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “
1.
Menafkahi
anak-anak
2.
Memperlakukan
mereka dengan adil,
3.
Mendidik
dan mengajar mereka,
b.
Kewajiban
Anak Terhadap Orang Tua
Disini Allah menempatkan posisi
berbuat baik kepada kedua orang tua langsung dibawah posisi pengEsaan Allah dan
penghambaan kepadaNya, tanpa diselai makhluk manapun. Firman Alllah :
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak (An Nisa’ : 36)
1.
Berbakti
kepada kedua orang tua,
2.
Meminta
restu atau izin kepada mereka,
3.
Mendoakan
orang tua setelah wafatnya.
KESIMPULAN
Islam menunjukkan perhatian yang luar biasa mengenai adanya hak-hak
dan kewajiban yang dihimpun atas laki laki dan perempuan (suami dan istri).
Kesetaraan gender dalam keluarga mengisyaratkan adanya keseimbangan dalam
pembagian peran antar anggota keluarga sehingga tidak ada salah satu yang
dirugikan. Hubungan tersebut didirikan dengan asas keseimbangan dan timbal
balik di antara keduanya dengan harapan adanya keluarga dengan ketenangan
cinta, rahmat dan keberlangsungan didalamnya. Dengan demikian, tujuan serta
fungsi keluarga sebagai institusi pertama yang bertanggung jawab dalam
pembentukan manusia yang berkualitas dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Fauzi Nurdin, Wanita Islam dan Transformasi Sosial Keagamaan, Gama
Media, 2009, Yogyakarta
Mahmud Muhammad Al Jauhari, Membangun Keluarga Qur’ani,Amzah,
2005, Jakarta
file.upi.edu/Direktori/FPTK/.../Relasi_Gender-Lilis.pdf
[1]
Mahmud Muhammad Al Jauhari, Membangun Keluarga Qur’ani, h. 3-6
[2]
Fauzi Nurdin, Wanita Islam dan Transformasi Sosial Keagamaan, h. 51
[3]
Fauzi Nurdin, Wanita Islam dan Transformasi Sosial Keagamaan, h.54
[4] file.upi.edu/Direktori/FPTK/.../Relasi_Gender-Lilis.pdf
[5] http://nazhroul.wordpress.com/2010/06/27/kehidupan-rumah-tangga-dalam-islam-egaliter/
diakses pada tanggal 29 November jam
10.54 WIB
[6]
Fauzi Nurdin, Wanita Islam dan Transformasi Sosial Keagamaan, h. 55
[7] file.upi.edu/Direktori/FPTK/.../Relasi_Gender-Lilis.pdf
Tidak ada komentar on "Relasi Gender Dalam Keluarga Islam