. 1.
وعن أَبي موسى ، قَالَ : قَالَ
رَسُول الله: (المُؤْمِنُ للْمُؤْمِنِ كَالبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضَاً).
(رواهُ البخاريُّ و مسلمٌ )
Artinya : Dari Abu Musa ra. dia berkata: Rasulullah
saw. bersabda: Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti sebuah
bangunan di mana bagiannya saling menguatkan bagian yang lain.[1]
Rowi A’la :
Nama
lengkap beliau adalah Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadhar bin Harb bin bin
Aamir, dan terus sampai nasabnya pada Asy’ari bin Adad. Nabi memanggilnya
dengan “Abdullah bin Qais”. Sedangkan julukan “Abu Musa” diambil dari nama
salah salah satu anaknya. Ia termasuk dalam golongan “Assabiquuna ila-l-Islam. Ia
membangun suatu masyarakat baru yang Islami dan daulah Islamiyah di Madinah.
Rasulullah menyebut kaum yang dipimpin Abu Musa ini dengan nama
“Al-Asy’ariyiin”. Ia disebut sebagai salah satu dari empat hakim ummat,
sebagaimana yang dikatakan oleh Imam As-Sya’biy, ”Qodhotu hazihi al-ummah
arba’atun : Umar, Ali, Zaid bin Tsabit wa Abu Musa”. Ibnu Al-Atsir mengatakan,
”Abu Musa meninggal di Kufah, dan dikatakan di Mekkah pada tahun 42 hijrah, dan
dikatakan pada tahun 44 hijrah, pada waktu itu beliau berumur 63 tahun. [2]
a. Mufrodat :
-
لبُنْيَانِ:
bangunan
-
يَشُدُّ: saling menguatkan
b. Syarah Hadits
Persaudaraan seperti itu sungguh mencerminkan
betapa kokoh dan kuatnya keimanan seseorang. Ia selalu siap menolong saudaranya
seiman tanpa diminta, bahkan tidak jarang
Hadits
di atas melukiskan gambaran ideal umat Islam. Dari situ kita dapat menangkap
setidaknya empat ciri umat Islam:
Pertama, umat Islam mewujud bagaikan bangunan kokoh
atau tubuh manusia sempurna. Segala kekuatan yang ada padanya semakin menambah
kokohnya bangunan atau tubuh itu. Layaknya bangunan, tentu terdiri dari
berbagai unsur dan komponen. Bentuk, fungsi, posisi, dan peran setiap komponen
berbeda-beda.
Kedua, satu sama lain
saling memelihara, saling menjaga, saling menguatkan, dan saling mendukung,
sehingga tercipta ikatan sosial yang solid.
Ketiga, semua bagian
bangunan itu secara bersama-sama memelihara segala aset kebaikan yang
dimilikinya dan meninggalkan atau membuang hal-hal yang merugikan. Aset-aset
yang dimaksud baik aset fisik-material seperti kekayaan alam maupun nonfisik
seperti tradisi gotong royong dan budaya malu.
Keempat, setiap bagian
dari umat itu berada pada posisi masing-masing secara tepat dan di antara
mereka ada yang selalu bekerja untuk mencari solusi bagi problem-problem yang
dihadapi masyarakat.
Tentu saja itu
merupakan kondisi umat Islam yang kita dambakan. Akan tetapi, kondisi itu tidak
muncul dengan sendirinya. Masyarakat ideal dengan soliditas tinggi yang ada di
zaman Rasulullah saw. adalah hasil tempaan beliau. Dengan umat yang bercorak
seperti itu kita dapat melakukan banyak hal dan mencapai banyak kesuksesan.
Konspirasi yang selalu digalang oleh orang-orang kafir juga tidak akan
menemukan efektivitasnya manakala umat Islam dalam kondisi solid bagaikan satu
tubuh.
“Dan
taatlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kalian bercerai-berai
sebab kalian akan gagal dan hilang kekuatan kalian.” (Al-Anfal:
46). [3]
2. .
مَنْ
سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ
فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ : قَال انس بن مالك عن
Artinya : Dari Anas bin Malik ra., ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa yang merasa senang bila dimudahkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung hubungan kekeluargaan (silaturahmi).[4]
a. Rowi
A’la
Anas bin
Malik bin Nadzor bin Dhomdom bin Zaid bin Harom bin Jundub bin Amir bin Ghanam
bin Adi bin An Najjar, Abu Hamzah Al Ansori Al Khazraji. Lahir 10 tahun sebelum
hijriyah atau bertepatan dengan tahun 612M. Ibunya juga seorang yang pandai dan
telah masuk Islam, sehingga Anas pun dari kecil telah memeluk agama Islam. Ia
adalah pembantu Rasulullah sejak berumur 10 tahun dan seorang yang banyak
meriwayatkan hadits darinya. Anas meriwayatkan 2286 hadits. Ia meninggal pada
tahun 93 H di kota Bashrah dan ia adalah sahabat yang terakhir meninggal dunia.[5]
b. Mufrodat :
-
بَسْطُ
رِزْقِهِ :
diluaskan rizkinya
-
يُنْسَأَ :
dilanjutkan
-
الأَثَ : jejak
(bermakna ajal, karena dia ikuti kepada kehidupan dalam jejak-jejaknya)
-
فَلْيَصِل : maka sambunglah
c. Syarah Hadits
Keutamaan memelihara silaturrahmi
a. Diluaskan
rezekinya. Orang yang selalu bersilaturrahmi tentunya akan memiliki banyak
relasi, sedangkan relasi adalah salah satu faktor yang akan menunjang
kesuksesan seorang dalam berusaha atau berbisnis. Selain itu, dengan banyak
teman, berarti akan memperbanyak saudara dan berarti meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah.
"Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar dan
memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya." (65:2-3)
b. Dipanjangkan
umurnya. Banyak silaturrahmi akan menimbulkan rasa kasih sayang sesama manusia.
Karena banyak saudara yang akan bahu membahu dalam memecahkan berbagai
problematika hidup. Sehingga umurnya akan bermanfaat bagi orang lain, walaupun
sudah meninggal ia akan banyak diingat dan dibicarakan karena kiprahnya. [6]
3.
وَعَنْ أَبِي أَيُّوبَ رضي الله عنه أَنَّ
رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَال: -
( لَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ
أَنْ يَهْجُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثِ لَيَالٍ يَلْتَقِيَانِ, فَيُعْرِضُ هَذَا,
وَيُعْرِضُ
هَذَا, وَخَيْرُهُمَا
اَلَّذِي يَبْدَأُ بِالسَّلَامِ ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya : Dari Abu Ayyub Al-Anshari ra.: Sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda: Tidak halal seorang muslim mendiamkan (tidak mau
menyapa) saudaranya lebih dari tiga malam di mana keduanya bertemu lalu yang
ini berpaling dan yang itu berpaling. Yang terbaik di antara keduanya ialah
orang yang memulai mengucapkan salam.[7]
a. Rowi A’la :
Khalid bin Zaid bin Kulaib, dari Bani Najjar.
Julukannya adalah Abu Ayyub Al-Anshari. Ia adalah sahabat Nabi yang paling tua
sekali dan sahabat yang disegani. Ia menyaksikan perjanjian Aqabah, perang
badar, perang uhud, perang khandak, baitu ridwan, dan semua perang bersama
Rasululla S.A.W. Ia meriwayatkan 150 hadits dari Rasulullah, disepakati oleh
Bukhori, dan Muslim ada 7 hadits. Ia meninggal dunia di tanah Rum ketika
terjadi perang pada tahun 50 H dan dimakamkan di Konstantin.
b. Mufrodat
-
أَنْ
يَهْجُر :
menjauhi
-
يَلْتَقِيَانِ : dua
orang yang bertemu
-
يُعْرِضُ :
berpaling
c. Syarah
Hadits
Sudah menjadi sunatullah bahwa hubungan sesama
muslim tidak selamanya baik, tidak ada pertentangan, dan problema. Hidup adalah
sebuah perjuangan, pengorbanan, tantangan, sekaligus perlombaan antar sesama
manusia. Tidak heran jika kadang terjadi gesekan antar sesama yang menimbulkan
perselisihan.
Namun demikian, jika terjadi suatu
perselisihan, jangan sampai melebihi hingga tiga hari, yang ditandai dengan
tidak saling bertegur sapa dan saling menjauhi, karena hal itu tidak dibenarkan
dalam ajaran Islam.
Tidak dapat dipungkiribahwa setiap manusia
memiliki karakter pribadi yang berbeda. Ego, dan gengsi yang sering mengalahkan
akal sehat manusia. Akan tetapi, untuk apa mempertahankan gengsi dan ego bila
hanya menyebabkan pecahnya persaudaraan dan persatuan umat? Padahal sudah
dijelaskan pula dalam hadits lain . Rasulullah bersabda : “ tidak akan masuk
surga orang yang memutus (hubungan famili)”
Imam Nawawi berkata, persengketaan harus
diakhiri pada hari ketiga, tidak boleh lebih. Menurut sebagian ulama’ diantara
sebab Islam membolehkan adanya persengketaan selama tiga hari karena dalam jiwa
manusia terdapat amarah dan akhlaq jelek yang tidak dapat dikuasainya ketika
bertengkar atau dalam keadaan marah. Waktu tiga hari diharapkan akan
menghilangkan perasaan tersebut.[8]
Diantara cara efektif untuk membuka kembali
hubungan yang telah terputus adalah dengan mengucapkan salam sebagai tanda
dibukanya kembali hubungan kekerabatan. Bukan berarti yang memulai salam itu
kalah, tetapi ia telah melakukan perbuatan yag sangat mulia dan terpuji disisi
Allah S.W.T.
C. KESIMPULAN
Dari hadits-hadits diatas maka dapat kita ambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa
setiap muslim harus saling menguatkan dan tolong menolong satu sama lain.
2. Menyambung
silaturrahmi sangat dianjurkan didalam Islam.
3. Batasan
maksimal bagi seorang muslim ketika sedang marah kepada saudara muslim lainnya
adalah tiga hari.
D. DAFTAR
PUSTAKA
1. Al
Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI,2000, Bandung
2. Al
Hadits Aqidah, Akhlaq, Sosial, dan Hukum. Syafi’i, Rachmat 2000
3. Shahih
Muslim, Imam Al Mundziri Pustaka Amani
4. Tokoh
dan Ulama Hadits. Ibnu Ahmad ‘Alimi. Mashun, Sidoarjo.2008
5. Al
Lu’lu’ wal Marjan, Muhammad Fuad Bari, Darul Al Fikr
[1]
Imam Al Mundziri, Shahih Muslim, Pustaka Amani. No.4684
[2] http://forum-unand.blogspot.com/2010/02/biografi-para-shahabat-rasulullah_3838.html
[4] Imam
Al Mundziri, Shahih Muslim, Pustaka Amani. No.4638
[5] Ibnu
Ahmad ‘Alimi. Tokoh dan Ulama Hadits hal 56-62
[6] Syafi’i,
Rachmat 2000. Al Hadits Aqidah, Akhlaq, Sosial, Hukum. Bandung: Pustaka Setia
hal. 207-209
[7]
Imam Al Mundziri, Shahih Muslim, Pustaka Amani. No.4643
[8] Muhammad
Fuad Baqi. Al Lu’lu wal Marjan, Darul Al Fikr. Hal.189
Tidak ada komentar on "Persaudaraan Dalam Islam