"sesungguhnya mengenali seseorang itu mampu memberi kita sejuta rasa~phind.opall memori~"
chain our brotherhood
-->on 30 Juli 2011 at 15:22 pm
Merasakan sebuah perpisahan bukanlah hal yang mudah. Bohong jika jika
dalam suatu peperpisahan ini tak ada air mata. Aku yakin, walaupun hanya
setetes atau pun hanya sebuah asa yang terbesit. Rasa sedih itu akan
selalu ada. Bahkan akupun bisa memastikan, bahwa tak hanya kaum hawa yang
mendapat predikat orang yang cengeng. Aku akan buktikan bahwa sesungguhnya
kaum adam pun bisa menjadi cengeng. Ia bisa menangis sebagaimana
menangisnya kaum hawa, bahkan ia akan lebih berlinangan air mata, walau
itu kasat mata.
Aku memahami , bahwa amatlah sulit menjaga hati ini. Karena hati ini
bisa berbolak-balik,. Dan aku gak kan pernah tau kapan ia akan stabil.
Hingga aku pun tak bisa membohongi diriku sendiri. Bahwa diriku pun amat
lemah dalam mengkondisikan hati. Walau aku tetap kekeuh menganggap emua
ini hal biasa, namun apa daya? Aku adalah seorang manusia yang tak mungkin
bisa sempurna. Yang tak pernah luput akan alpa, yang, yang, setiap harinya
lebih dominan mengukir guratan dosa daripada pahala. Yaa Rabby. Tsabit
qolby... álad dienika...Laa haula wa laa quwwata illa billah...faghfirly,
fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta...
Perlahan, namun aku bisa merasakannya, ,,apa itu rasa, apa itu suka,
dan apa itu cinta. Ternyata, ia timbul dari sebuah pandangan mata manusia.
Oh Rabb, rasa suka kepada seseorang yang belum haq bagi kita untuk
mencintainya. Ingin rasanya aku mati rasa! Mati rasa untuk suka dan cinta
kepada selain-Nya. Mati rasa untuk sebuah rasa yang buta! Karena aku akan terhanyut
karenanya, akan teraniaya karena sangat memikirkannya. Bahkan jika aku tak
bisa mengkondisikannnya, tak jarang aku merasa tersiksa. Betulkaaaah ini
yang dinamakan cinta buta? Allahumma alhimni rusydi wa a’idzni min syarri
nafsii... allahummaghfirlii dzunuubii...
Akhirnya rasa ini semakin lama semakin tumbuh. Bagaikan bunga mawar
yang baru saja disemai benihnya. kini ia mulai bersemi menebarkan harum
semerbak dan mewangi. Mengalahkan nurani yang jauh. Ia luluh lantahkan
segala benteng yang telah aku bangun sekian tahun. Benteng pertahanan yang
sering disebut sebagai prinsip ataupun pedoman. Ingatlah kawan bahwa
pedoman kita adalah al qur’an dan as sunnah? Bukan iring-iringan musik
pemuja setan dan pemuas nafsu yang tak bisa dikendalikan? Yaa Rahmaan...
sungguh mengenaskan! Namun aku masih sangat bersyukur, karena benteng
pertahanan yang disebut sebagai Iman itu masih bertahan. Sebagaimana
kalian ketahui, kadang ia bertambah kuat, dan kadang pula ia berubah
menjadi sangat lemah.
Mungkin benteng ini agak rapuh, ku tetap sulit untk menambah material
agar ia kokoh seperti semula. Ku masih terlena dengan apa itu cinta, ku
masih suka pabila ada suatu hal yang menyangkut namanya, ku merasa bahagia
akan keberadaannya, perhatiannya, dan rasa sayangnya kepada diriku. Kujaga
baik-baik segala sesuatu yang menyangkut atas namanya, serta semua yang
kudapat darinya. Ku jaga benar-benar amanahnya. Kurawat agar
tak tersentuh tangan-tangan lain. Ku pelihara dengan sangat hati-hati.
Rabby...inni kuntu minadz dzalimiin..
Sangatlah kontradiksi!! Aku tak jarang melupakan apa itu curaha,
ni’mat, apa itu rasa syukur. Masih saja aku mengeluh dengan apa yang telah
Dia berikan. Apa yang telah Dia curahkan, kepada hamba-hambaNya dari awal
diriku tercipta, padahal Ia yang lebih dulu menyayangi kita, sehingga kita
bisa bernafas hingga saat ini pula. Yang memberi kita cinta, rasa, suka,
maupun duka! Ialah Sang Pencipta Cinta! Pemilik Segalanya! Pencipta
alam semesta! Kadang kita melupakan segala nikmatNya, kadang kita tak mensyukuri
barokahNya, kadang pula kita melupakan kewajiban kita. Melupakan HakNya,
dan tak menjaga baik-baik karuniaNya.
Tidak ada komentar on "In This Farewell